Trump Tuding Media Gagal Beritakan Terorisme


Gedung Putih merilis data berisikan 78 serangan teroris domestik dan internasional yang terjadi selama September 2014 hingga Desember 2016, menuding media gagal karena tidak cukup memberitakan peristiwa-peristiwa tersebut.

Rilis ini datang usai Presiden Donald Trump menuturkan bahwa banyak serangan terorisme terjadi selama beberapa tahun terakhir di seluruh dunia, khususnya Eropa. Di hadapan pemimpin militer di Florida, Trump menyebut "media tidak jujur karena tidak ingin memberitakan serangan terorisme itu secara benar."

Katalog itu dimulai dengan penjabaran serangan teror oleh Abdul Numan Haider yang melukai dua orang polisi dengan pisaunya di Melbourne, Australia, pada September 2014 silam. Sementara teror truk di Pasar Natal Berlin, Jerman, yang menewaskan 12 orang pada Desember lalu menjadi penutup katalog tersebut.


Padahal banyak serangan teror yang tertera dalam katalog itu, seperti serangan Paris Bataclan, serangan truk di Nice, serangan Pasar Natal Berlin, penyanderaan di Sydney, dan penembakan di San Bernardino mendapat perhatian media besar bahkan media internasional di seluruh dunia.


Salah satunya, penembakan di kelab malam Orlando dan serangan Paris pada November 2015 yang menewaskan 129 orang sangat banyak mendapat perhatian media di seluruh dunia.

Walaupun begitu, pejabat Gedung Putih mengklaim bahwa "sebagian" serangan-serangan teror itu tidak cukup besar dilaporkan oleh media barat.

Daftar panjang serangan teror itu ditulis terunut berdasarkan abjad negara tempat insiden terjadi mulai dari Afghanistan, Aljazair, Australia hingga seterusnya. Meski begitu, katalog itu melewatkan sejumlah serang teror yang terjadi di Israel seperti pemboman bus di Yerusalem yang dilakukan remaja Palestina.

Menanggapi "kejanggalan" itu, Sekretaris Pers Gedung Putih, Sean Spicer berjanji akan memberikan informasi lebih lanjut mengenai katalog tersebut.

"Kami akan menyediakan daftar itu dalam kesempatan selanjutnya. Ada beberapa kasus yang terjadi di mana saya merasa kejadian-kejadian itu memang belum cukup diberitakan," ungkap Spicer seperti dikutip The Guardian, Selasa (7/2).

Sementara itu, Juru Bicara Gedung Putih, Lindsay Walters mengklaim kurangnya pemberitaan kasus terorisme di media diakibatkan meningkatnya jumlah kasus teror yang terjadi. Semakin seringnya suatu peristiwa terjadi dianggap menghilangkan nilai berita dari kejadian tersebut.

"Jika Anda melihat beberapa tahun kebelakang serangan teror selalu menjadi highlight si setiap pemberitaan media. Dan saat ini karena serangan teror semakin sering terjadi, media mulai kehilangan interest untuk memberitakan setiap kasus terorisme," kata Walters.

"Kita tidak bisa membiarkan [serangan teror] menjadi 'kejadian normal baru'. Presiden Trump tidak akan puas hingga warga Amerika terlindungi dan aman dari terorisme," tuturnya menambahkan.

Pemaparan rilis tersebut juga dinilai buruk lantaran disertai banyak kesalahan penulisan seperti salah menyebut tempat "Denmarkr" yang seharusnya ditulis "Denmark" dan penulisan "attaker" yang seharusnya "attacker".

Selain itu, katalog ini juga menyebut Malcolm Turnbull sebagai "Presiden Australia" padah seharusnya "Perdana Menteri Australia
.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.